PKL Alun Alun Wonosobo (Foto: Alfan Muthobiq) |
WONOSOBOZONE - Meski udara malam hari kota Wonosobo begitu dingin, saya akan ajak para pembaca untuk sejenak jalan-jalan menikmati suasana kota yang aman-sehat rapi lagi indah ini. Jangan khawatir, hawa dingin akan segera hilang, ayo kita patungan beberapa ratus ribu untuk menyewa sebuah room karaoke yang saat ini keberadaannya menjamur di setiap sudut dan tengah kota, syair dangdut bernafas religi ala Bang Haji Rhoma yang di lantunkan para PL cantik lokalan didalam bilik ruang remang-remang bakal menghangatkan suasana . Dan karena efek lirik religius lagunya Bang Haji yang dinyanyikan merdu oleh mbak pemandu lagu, maka hati kita akan terasa teduh dan tentu saja, seksi!. Kadang suasana hangat bisa menjadi panas-dingin memacu adrenalin kita, ketika sosok mbak PL cakep yang mulai (atau kita yang mulai) nakal itu kita kenali dengan baik, atau jangan-jangan mereka yang bekerja ditempat-tempat itu adalah salah satu kerabat dekat kita, atau bisa juga anak wedok yang ngakune pamit ngerantau buat kuliah, Panas dingin bukan?
Pembaca yang budiman, anda tentu akan merasa prihatin melihat keadaan ini. Dibalik citra siang hari yang menampilkan Wonosobo sebagai salah satu kota yang terkenal dengan kehidupan masyarakatnya yang religius dan bermoral luhur, akan segera berubah begitu matahari disini mulai tenggelam. Suatu peristiwa siklus kehidupan sosial yang sangat ironi angkres dan membuat trenyuh- miris. Tukang ndolog kayu boleh saja berpendapat, bahwa jaman memang sudah berubah, ora edan ora keduman, atau omong kosong filosofi lain. Atau kaum cah kuliahan muda yang keminggris berpendapat bahwa hal ini adalah pengaruh globalisasi yang tidak bisa dibendung arusnya. Padahal sebenarnya asal-muasal masalahnya sepele, EKONOMI.
Masalah serius tapi nggak ngetren : lapangan kerja
Permasalahan disini akan ditindak secara serius bilamana hal tersebut sedang ngetren, sedangkan permasalahan yang sesungguhnya benar-benar serius tapi kalo tidak ngetren biasanya diabaikan. Lapangan pekerjaan di Wonosobo adalah suatu permasalahan serius tapi sayang tidak ngetren, pemerintah daerah sekarang sepertinya tidak serius dan seenaknya dalam hal ini. Saya tidak sembarangan bicara, coba hitung jumlah perusahaan ritel warungan macam ind*ma*et, hampir setiap jengkal dipinggir jalan Wonosobo ada. Manfaatnya memang menciptakan lapangan kerja, tapi masalahnya adalah menimbulkan persaingan tidak imbang antara bakulan cilik dengan raksasa perusahaan warungan besar, melindungi rakyatkah hal itu?
Lalu ada berapakah perusahaan dan pabrik-pabrik disini yang benar-benar berinvestasi untuk kegiatan di sektor-sektor penting? Kita anggap ada banyak, lalu ambil contoh pabrik pengolahan kayu, tapi apakah sudah benar-benar mensejahterakan pekerjanya? Jangankan keselamatan kerja, standar gaji saja masih menjadi permasalahan yang sepertinya tidak mampu pemerintah pecahkan. Ini fakta, ketika saya menjadi penagih hutang kreditan motor yang menangani 730 nasabah yang tersebar di seluruh wilayah Wonosobo, ada sekitar 30% kredit macet, saya paling sulit menangani para pekerja buruh, apa mau dikata jika gaji yang diterima pas-pasan, wajar jika sekali menunggak angsuran, maka sulit untuk menormalkan kembali. Faktor gaji hanya salah satu masalah, tapi masalah urgent lain adalah beberapa masyarakat yang terdesak himpitan ekonomi, menyengajakan diri menumbalkan KTP-nya untuk kredit barang dan mencurangi bank untuk barang tersebut dijual lagi secara gelap, sehingga hari ini kegiatan yang dilakukan mainstream tersebut melahirkan sebuah peluang dan terciptalah bisnis cukup bagus, yang tidak lain hal ini terlahir karena minimnya pekerjaan. Sungguh, bahwa letak kesalahan adalah pada sistem dan aturan yang buruk, bukan manusianya. Manusia hanyalah manusia, yang dianugerahi akal, untuk bertahan hidup segala tindakan diupayakan, maka hal yang picik jika kita menyalahkan dan menuding oknum-oknum tertentu, tapi sistemlah yang memang sudah keliru dan harus dirubah.
Ekonomi yang tidak dilindungi
Tidak perlu muluk-muluk jauh mempromosikan kepada para investor agar membangun bisnisnya yang akan menciptakan lapangan kerja, hal kecil saja, yaitu melindungi pekerjaan yang sudah ada saja sepertinya masih belum. Lihat saja pasar induk, berapa kali terjadi peristiwa kebakaran? Jika hal ini terjadi berulang apakah memang kecelakaan?. Baiklah walaupun saya ini bukan, tapi sebagai warga kota yang masyarakatnya terkenal religius, mari kita ambil dari kacamata yang khusnudzon, maka jika hal ini memang kecelakaan tentunya ini adalah sebuah ketelodaran yang sungguh ngecamprang mengingat pasar adalah pusat ekonomi rakyat banyak, rakyat kecil lho. Lalu siapa yang dirugikan? Bilamana memang kios-kios di pasar telah diasuransikan dan dijamin ganti ruginya, tetap saja PKL dan pedagang-pedagang kecil tak bertoko tidak dapat apa-apa, belum lagi jasa-jasa angkutan sayur yang terpaksa mengembalikan mobil cicilannya karena ekonomi mati untuk beberapa saat, dari dampak besar yang mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat banyak tersebut, tentu saja keteledoran yang ngecamprang adalah hal yang sulit untuk dimaklumi. Jika pasar yang keberadaannya amat penting saja tidak dilindungi, bukanlah peristiwa yang mengagetkan ketika beberapa tahun lalu sebagian harta masyarakat Wonosobo dikeruk oleh perusahaan investasi bodong yang tidak bertanggung jawab berlabel PT semacam SS, Rajawali, si konyol berjenggot. Lalu mana filter untuk hal tersebut? Kenapa ijin resmi bisa keluar untuk sesuatu yang jelas merugikan orang banyak. Jika saja mampu dan berani, maka pagi itu setelah selesai masang tenda perusahaan dealer tempat saya bekerja, karena tahu akan menyusahkan banyak orang, peresmian PT bodong didepan pendopo waktu itu mending diobrak abrik dan tak gegeri, sayange saya cuma rakyat yang cilik, lemah, jomblo pula. Jangankan diciduk, dibentak sekali saja sama satpol perjuanganpun pasti berakhir.
Manusia setengah dewa II
Dari panjang lebar penjelasan ini, masalah ekonomi adalah faktor utama keironian yang timbul disini, masalah moral dan masalah akhlak yang merosot dikarenakan pengaruh tempat hiburan malam yang merajalela biarlah masyarakat yang urus sendiri, urus saja tugas kita masing-masing, yang penting pemerintah ciptakanlah situasi ekonomi yang kondusif, undang para investor agar mau buka pabriknya disini sehingga tercipta lapangan kerja dan berikan perlindungan keamaan dari pungli-pungli yang merugikan, filter dan awasi betul betul perusahaan yang hanya memeras keringat orang. Gunakan dana daerah yang dimiliki untuk mengadakan bimbingan dan seminar untuk para mbak-mbak PL, para pengangguran dan PKL bakul sandal, kaset vcd bajakan dsb agar makin pintar menciptakan peluang dan menjadi masyarakat berkualitas yang siap bersaing dan punya nilai jual.
Dan syukur-syukur bila pemerintah berbaik hati, hiburlah kami para PKL, buruh pabrik, yang secara langsung lelah dan keringatnya turut membantu memajukan kota ini, senangkan kami dengan pesta rakyat yang meriah, bukan malah menertibkan dengan kasar para PKL yang mengais rejeki ditengah pesta rakyat yang seharusnya menjadi hak kami juga. Niscaya dengan semua seminar-seminar dan program pro-rakyat itu, lapangan kerja yang melimpah tercipta melalui rakyat yang pintar mengembangkan ekonominya, industri2 kreatif pun akan tercipta, maka akan memberikan pilihan dan berfikir ulang bagi mbak-mbak daripada memilih bekerja dengan terjun ke dunia sing ora-ora. Juga jangan abaikan kaum jomblo, kaum jomblo merupakan generasi penerus yang rela memilh hidup dalam sepi demi mengkonsentrasikan diri untuk gagasan brilian yang nantinya berguna untuk orang banyak, KUA memang menggratiskan pernikahan, tetapi ide revolusioner jomblo seperti saya hanyalah sebuah ide gemading yang tidak matang bilamana masa “topo ing ramenya” terganggu karena tekanan batin, dikucilkan dan dianggap kaum pecundang. Senangkan kami dan beri kami kelas pelajaran psikologi, ilmu komunikasi atau apalah, yang penting bagaimana caranya bisa menjadi manusia seutuhnya yang keren sehingga keberadaan kami yang ada tapi kesingsal, terdengar tapi samar, urip tapi mlipir-mlipir bisa turut eksis berjuang demi meneruskan cita-cita mulia kota ini menuju masyarakat yang religius, toleran dan sejahtera.
Moral dan masa depan Wonosobo pun terselamatkan, generasi penerus kita dimasa depan akan menjadi bibit unggul yang punya budaya dan cerdas, karena mereka tidak kenal dan jauh dari pergaulan bebas. Situasi seperti sekarang yang buruk ini akhirnya hanya memunculkan generasi yang memprihatinkan berupa bibit cabe-cabean, atau terong-terongan yang kerjaannya nongkrong miris didepan Adipura, sungguh suatu gambaran beberapa tahun kedepan yang mengerikan. Tapi bilamana program-program itu dapat terwujud, maka tanpa perlu pencitraan, wahai yang mulia bapak bupati dan ibu wakil bupati yang kami cintai, bapak DPRD serta bapak-bapak semua yang punya pengaruh dikota ini, kami akan sangat berterima kasih dan takdim pada anda semua sehingga secara otomatis kalian kami anggap sebagai manusia.. setengah dewaaaa. JRENG
Oleh: Idam
Source: Klik Disini
0 komentar:
Posting Komentar