WONOSOBOZONE - Sekolah punya peran besar dalam mencegah kekerasan pada anak, hal ini diutarakan Kepala Badan Kependudukan, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Wonosobo, Junaedi, saat membuka Sosialisasi Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) bagi sekolah-sekolah di hadapan puluhan guru BK SLTP dan SLTA, Senin,17 Oktober di Ruang KRT.Mangoenkoesoemo Setda Wonosobo.
Menurutnya, keberadaan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) berbasis gender dan anak perlu dukungan dari berbagai jejaring termasuk sekolah, yang mana dalam penerapannya peran kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua sangat penting, dalam upaya mencegah dan menanggulanggi kekerasan yang terjadi pada anak.
Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, yang mana pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan bertujuan untuk melindungi anak dari tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan, mencegah anak melakukan tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan dan mengatur mekanisme pencegahan, penanggulangan, dan sanksi terhadap tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku.
Selain itu, keikutsertaan sekolah dalam mengkampanyekan perlindungan kekerasan seksual pada anak juga bertujuan untuk mengurangi angka pernikahan dini yang masih banyak ditemukan di Wonosobo, yang ditengarai membuat APK SLTP dan SLTA masih rendah, yakni usia 16,9 tahun. Menurut data di Pengadilan Agama Kabupaten Wonosobo, pada tahun 2015 kemarin, setidaknya ada 166 permohonan rekomendasi nikah dari Pengadilan Agama karena usianya belum memenuhi ketentuan yang disyaratkan UU Nomor 1 tahun 1974, yakni perempuan minimal 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Dari jumlah ini,100 diantaranya perempuan sisanya laki-laki.
Hal inilah yang diharapkan Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Badan Kependudukan, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Wonosobo, Retno Eko SN, agar para guru memahami pentingnya sekolah ramah anak, sekaligus mengampanyekan anti kekerasan atau bullying di lingkungan sekolah, termasuk memunculkan adanya alur atau mekanisme pengaduan laporan kasus apabila terjadi kasus korban kekerasan, termasuk apabila ada murid yang hamil, diharapkan tidak dikeluarkan dari sekolahan.
Senada Kepala Seksi Pendidikan Masyarakat Bidang Pendidikan Anak Usia Dini, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wonosobo, Lilik Siti Bayinah, menyampaikan bahwa untuk menerapkan sekolah ramah anak, diawali dengan menyusun dokumen dasar penyusunan KTSP/K-13 yang berlandaskan pada konsep perlindungan anak serta adanya dokumen pengaturan beban belajar yang mempertimbangkan usia dan kemampuan anak. Di sisi lain, untuk mewujudkan sekolah ramah anak, guru diminta tidak memberi ancaman dan kekerasan yang berupa hukuman fisik atau non fisik kepada anak serta harus memberikan rasa aman dan kasih sayang kepada semua anaka.
Sementara Ketua UPIPA GOW Wonosobo, Nuraini Ariswari, menyampaikan di Wonosobo saat ini sudah ada dasar hukum pembentukan komite pelayanan terpadu korban kekerasan berbasis gender dan anak, yakni Perbup nomor 14 tahun 2008. Adanya dasar hukum ini, diharapkan akan muncul jejaring dalam mengatasi dan mencegah kekerasan terhadap anak yang terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini juga untuk mengeliminir jumlah kekerasan terhadap perempuan, yang mana per September 2016 UPIPA GOW telah mendampingi 105 kekerasan terhadap perempuan. Dari jumlah ini, 50% diantaranya adalah kasus kekerasan seksual dengan 85% diantaranya korban masih berusia anak.
0 komentar:
Posting Komentar