Maria (kanan) bersama beberapa buruh migran beraksi
WONOSOBOZONE - Peringatan Hari Buruh Migran Sedunia, yang jatuh pada Minggu (18/11), dimanfaatkan sejumlah kelompok peduli pekerja migran Wonosobo untuk menyuarakan sikap. Beraksi di alun-alun Kota, para eks buruh tersebut menggelar orasi, dan pentas teatrikal demi menunjukkan kegelisahan mereka akan kondisi terkini rekan-rekannya di luar Negeri. Kepada pemerintah daerah, yang baru-baru ini telah menerbitkan Perda Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, mereka meminta agar secepatnya menguatkannya dengan Peraturan Bupati (Perbup). Siti Maryam, aktivis buruh yang juga koordinator Migran Care Wonosobo asal Lipursari Leksono, menyebut Perbup Perlindungan Buruh Migran merupakan mandat dari Perda Nomor 8 Tahun 2016.
Perempuan yang akrab dengan sapaan Maria Bo Niok itu juga menjelaskan, aksi dalam rangka Migran Day, atau Hari Buruh Migran Sedunia, merupakan upaya pihaknya, bersama dengan sejumlah elemen untuk mewujudkan pekerjaan yang layak bagi Buruh Migran Indonesia (BMI). "Ini menjadi tema utama Peringatan Migrant Day 2016, dimana kami juga menyampaikan 7 pernyataan Sikap," tutur Maria saat ditemui di sela aksi. Ketujuh poin yang menjadi pernyataan sikap para buruh, diurai Maria meliputi, Tuntutan terbitnya Perbup yang melindungi Buruh beserta keluarga, tuntutan percepatan revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 yang berperspektif HAM, berkeadilan gender, dan anti human trafficking serta protektif terhadap BMI.
Ketiga, para Buruh ditegaskan Maria meminta Pemda memberikan fasilitasi dan pembentukan BMI di Desa. "Keempat, dorong dan perkuat pembentukan Desbumi, atau Desa Buruh Migran lXa pemerintah desa, khususnya yang menjadi kantong-kantong asal BMI, agar terjadi proses Migrasi yang aman, sebagai wujud perlindungan di tingkat Desa," imbuhnya. Sementara untuk poin kelima, Maria mengungkap keinginan para buruh untuk memperkuat koordinasi antar desa, desa-Kabupaten, desa - Provinsi, dan Desa-Pusat, dan semua stakeholder agar ruang gerak calo, sponsor, maupun mafia perdagangan manusia semakin sempit.
"Keenam kami kami menuntut pemberantasan calo dan mafia Human Trafficking, dan ketujuh kami meminta agar pemerintah memperkuat penegakan hukum atas rekrutmen TKI secara illegal, pemalsuan dokumen, dan pengiriman TKI ke Luar Negeri dengan berbagai modus," tegasnya.
Ketujuh tuntutan tersebut, dibenarkan Ketua panitia Migrant Day Wonosobo 2016, Nessa Kartika. Menurutnya, para buruh, dengan dukungan dari beberapa lembaga, seperti Social Analyst Research Institute (SARI) Solo, Maju Perempuan (MAMPU), serta Jaringan Peduli Buruh Migran Wonosobo (JPBMW), satu suara. "Melalui aksi ini, kami berharap pemerintah bisa memberikan perlindungan tidak hanya pada pekerjaan yang layak, tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan BMI beserta keluarga mereka," pungkas Nessa.
WONOSOBOZONE - Peringatan Hari Buruh Migran Sedunia, yang jatuh pada Minggu (18/11), dimanfaatkan sejumlah kelompok peduli pekerja migran Wonosobo untuk menyuarakan sikap. Beraksi di alun-alun Kota, para eks buruh tersebut menggelar orasi, dan pentas teatrikal demi menunjukkan kegelisahan mereka akan kondisi terkini rekan-rekannya di luar Negeri. Kepada pemerintah daerah, yang baru-baru ini telah menerbitkan Perda Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, mereka meminta agar secepatnya menguatkannya dengan Peraturan Bupati (Perbup). Siti Maryam, aktivis buruh yang juga koordinator Migran Care Wonosobo asal Lipursari Leksono, menyebut Perbup Perlindungan Buruh Migran merupakan mandat dari Perda Nomor 8 Tahun 2016.
Perempuan yang akrab dengan sapaan Maria Bo Niok itu juga menjelaskan, aksi dalam rangka Migran Day, atau Hari Buruh Migran Sedunia, merupakan upaya pihaknya, bersama dengan sejumlah elemen untuk mewujudkan pekerjaan yang layak bagi Buruh Migran Indonesia (BMI). "Ini menjadi tema utama Peringatan Migrant Day 2016, dimana kami juga menyampaikan 7 pernyataan Sikap," tutur Maria saat ditemui di sela aksi. Ketujuh poin yang menjadi pernyataan sikap para buruh, diurai Maria meliputi, Tuntutan terbitnya Perbup yang melindungi Buruh beserta keluarga, tuntutan percepatan revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 yang berperspektif HAM, berkeadilan gender, dan anti human trafficking serta protektif terhadap BMI.
Ketiga, para Buruh ditegaskan Maria meminta Pemda memberikan fasilitasi dan pembentukan BMI di Desa. "Keempat, dorong dan perkuat pembentukan Desbumi, atau Desa Buruh Migran lXa pemerintah desa, khususnya yang menjadi kantong-kantong asal BMI, agar terjadi proses Migrasi yang aman, sebagai wujud perlindungan di tingkat Desa," imbuhnya. Sementara untuk poin kelima, Maria mengungkap keinginan para buruh untuk memperkuat koordinasi antar desa, desa-Kabupaten, desa - Provinsi, dan Desa-Pusat, dan semua stakeholder agar ruang gerak calo, sponsor, maupun mafia perdagangan manusia semakin sempit.
"Keenam kami kami menuntut pemberantasan calo dan mafia Human Trafficking, dan ketujuh kami meminta agar pemerintah memperkuat penegakan hukum atas rekrutmen TKI secara illegal, pemalsuan dokumen, dan pengiriman TKI ke Luar Negeri dengan berbagai modus," tegasnya.
Ketujuh tuntutan tersebut, dibenarkan Ketua panitia Migrant Day Wonosobo 2016, Nessa Kartika. Menurutnya, para buruh, dengan dukungan dari beberapa lembaga, seperti Social Analyst Research Institute (SARI) Solo, Maju Perempuan (MAMPU), serta Jaringan Peduli Buruh Migran Wonosobo (JPBMW), satu suara. "Melalui aksi ini, kami berharap pemerintah bisa memberikan perlindungan tidak hanya pada pekerjaan yang layak, tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan BMI beserta keluarga mereka," pungkas Nessa.
0 komentar:
Posting Komentar