WONOSOBOZONE - Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Wonosobo, 2005-2025 dievaluasi kembali. Kepala Bidang Penyusunan Program, Evaluasi dan Litbang Bappeda, Fahmi Hidayat menyebut upaya review, atau evaluasi kembali RPJPD tersebut merupakan bagian dari pengelolaan dokumen perencanaan daerah, agar tetap sesuai dengan arah dan tujuan awal, yaitu mewujudkan Wonosobo yang ASRI dan Bermartabat. Ditemui di sela forum Focus Group Discussion (FGD) finalisasi assessment RPJPD, di Pendopo belakang eks rumah Dinas Bupati, Selasa (27/12), Fahmi mengakui ada banyak perubahan situasi, baik lingkup mikro maupun makro yang terjadi dalam 2 sampai 3 tahun terakhir.
"Perubahan yang terjadi, seperti contohnya situasi ekonomi makro pada tahap ketiga RPJPD, atau untuk 2016-2021 ini perlu disikapi dengan antisipasi agar arahnya tidak berbelok terlalu jauh," terang Fahmi. Dalam lingkup hasil evaluasi yang tidak terlalu mempengaruhi dokumen RPJPD, Fahmi mengaku tidak akan sampai merevisi dengan menerbitkan Perda baru, melainkan cukup melalui Peraturan Bupati (Perbup). Untuk keperluan evaluasi tersebut, Fahmi mengaku pihaknya tak hanya melibatkan unsur pemerintah saja, karena banyak pula elemen masyarakat yang memiliki kepentingan dan keterkaitan dengan rencana pembangunan daerah.
"Hampir semua OPD Pemkab, ditambah unsur LSM, Ormas dan sampai ke perwakilan pengusaha muda pun kami hadirkan, karena saran dan masukan dari mereka juga penting untuk menyelaraskan dokumen RPJPD," tandasnya. Selain itu, dalam proses evaluasi dan kajian terhadap dokumen rencana pembangunan jangka panjang tersebut, Pemkab melalui Bappeda diakui Fahmi juga menggandeng Tim dari Magister Administrasi Publik (MAP) Universitas Wajah Mada (UGM) Jogjakarta. "Keterlibatan unsur akademisi sudah diatur dalam Undang-Undang, karena memang diperlukan analisa dan kajian para ahli yang kompeten dari jajaran akademisi perguruan Tinggi, untuk menjaring saran dan menajamkan arah perencanaan," ungkap Fahmi.
Hasil kajian RPJPD, dari analisa dan diskusi yang digelar bertahap antara pihak MAP UGM dengan unsur-unsur terkait, disebut Dr Nunuk Dwi Retnondari sejauh ini masih cukup bagus dan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2004. Hanya saja, Staf pengajar di MAP UGM itu mengakui, bahwa diskusi-diskusi yang digelar masih berkutat pada hal-hal serupa dengan Tahun 2005 maupun 2010. "Permasalahan yang diangkat, seperti Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) masih seputar anak putus sekolah, atau warga miskin di tempat terpencil ternyata sama dengan tahun - tahun sebelumnya," tutur Nunuk. Hal itu, menurutnya menandakan bahwa hasil yang dicapai rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) tidak maksimal.
0 komentar:
Posting Komentar