“ Saya bukanlah anak pintar, tak pernah juara kelas selama masih SMA, saya hanya siswa biasa saja seperti teman-teman yang lainnya, mungkin saya hanya beruntung …” – Okka Adiyanto
WONOSOBOZONE - Bagi sebagian besar orang, melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang tertinggi adalah sebuah mimpi. Tak jarang pula kita menganggap bahwa melanjutkan kuliah bukanlah perkara mudah, apalagi sampai ke jenjang S2 di luar negeri. Apalagi kalau menyadari bahwa kita bukanlah siswa terpandai di kelas sewaktu SMP atau SMA, bukan pula anak pejabat atau pengusaha, atau anak kota besar yang bahasa Inggrisnya fasih. Mungkinkah kemudian bisa bermimpi masuk universitas favorit atau bahkan melanjutkan kuliah hingga ke luar negeri?
Bahwasanya, kita tidak bisa memilih dari mana kita berasal, namun kita selalu punya kendali arah mana yang akan kita tuju untuk masa depan. Ialah Okka Adiyanto, seorang pemuda dari pinggiran kali Semagung yang berhasil mengubah pahitnya perjuangan menjadi kesempatan emas untuk mendapatkan beasiswa S2 di Pusan National University, Korea Selatan.
Mandiri dan Gigih Sedari Kecil
Bahwasanya, kita tidak bisa memilih dari mana kita berasal, namun kita selalu punya kendali arah mana yang akan kita tuju untuk masa depan. Ialah Okka Adiyanto, seorang pemuda dari pinggiran kali Semagung yang berhasil mengubah pahitnya perjuangan menjadi kesempatan emas untuk mendapatkan beasiswa S2 di Pusan National University, Korea Selatan.
Mandiri dan Gigih Sedari Kecil
Okka dibesarkan sebagai seorang anak tunggal. Separuh lebih dari kehidupannya saat ini harus dilalui hanya bersama Ibunda tercinta. Ayahnya meninggal dunia ketika ia baru berusia sembilan tahun. Ibunya bekerja sebagai asisten rumah tangga untuk bisa membiayai kehidupan keluarga. Pengalaman pahit pun tak jarang ia lalui berdua bersama Ibunda, dari mulai diusir dari rumah hingga bahkan diremehkan oleh kerabat dekatnya sendiri. “Alah, paling yo ngemben dadi tukang sapu (Alah, paling juga besok cuma jadi tukang sapu).” – begitu respon kerabat dekatnya, ketika Okka bermaksud untuk melanjutkan kuliah. Kondisi-kondisi tersebutlah yang kemudian membuatnya menjadi lebih kuat dan memacunya untuk bisa membuat bangga Ibunda.
"Dia begitu sayang dan ia selalu rela berkorban demi saya. Pernah ibu saya rela menjual satu-satunya harta peninggalan almarhum kakek saya demi kelanjutan sekolah saya.” – Okka Adiyanto.
Perjalanan Okka dalam menuntut ilmu tidaklah pernah mudah. Ia merasa bukanlah anak yang menonjol selama sekolah, tak pernah menjadi juara kelas, dan hanya siswa biasa seperti pelajar kebanyakan. Meskipun begitu, ia bertekad kuat ingin kuliah. Namun, karena keterbatasan dana ia harus berpikir keras untuk mencari jalan bagaimana bisa mendapatkan dana untuk kuliah. Targetnya tak tanggung-tanggung, ia ingin menuntut ilmu di UI, ITB, atau UGM. Ia beruntung karena semua biaya pendaftaran diperolehnya dengan cuma-cuma. Untuk ITB, karena mendaftar jalur beasiswa maka ia bebas biaya pendaftaran. Namun, langkahnya terhenti, ia tak lolos. Untuk UI, ia mendaftar dengan bantuan dana dari salah satu donatur melalui acara Try Out yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Wonosobo-UI. Tapi, upayanya pun belum berhasil, gagal lolos seleksi masuk. Awalnya, ia sudah mau menyerah untuk tidak melanjutkan kuliah. Namun, untunglah kemudian ia didorong kerabat dekatnya yang lain untuk mendaftar tes masuk UGM. Ia pun menjadi bersemangat dan mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi tes masuk UGM. Dan Alhamdulillah… Tuhan ternyata memberinya jalan untuk belajar di Jurusan Teknik Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Berjuang Demi Mencari Tambahan Rupiah
Namun, rasa senangnya tak berlangsung lama karena ia harus memikirkan masalah biaya kuliah. Beruntung ia mendapatkan keringanan dan dinyatakan tidak perlu membayar uang gedung. Ia pun mencoba mencari beasiswa untuk mendanai pendidikannya di UGM. Hingga akhirnya, setelah mendaftar sana sini, ia bisa lolos untuk salah satu beasiswa dari kampus. Ia pun terbebas dari biaya kuliah dan hanya tinggal mencari tambahan uang saku untuk sewa kost dan makan. Ia tak mudah menyerah, mulai dari kerja part time menjadi penjaga laundry, menjadi penjual tahu krispy dorong, hingga aksi saling pinjam uang kawan-kawan terdekat pernah ia lakukan. Itu semua ia lakukan demi mencari tambahan uang untuk kehidupan sehari-hari selama di perantauan. Selama kuliah, Okka aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan juga kegiatan riset di kampus. Tercatat, ia pernah menjadi asisten praktikum di Laboratorium Teknik Pangan dan Pasca Panen UGM, juga menjadi Koordinator Asisten Praktikum Rekayasa Lingkungan Bangunan Pertanian.
Berkat keaktifannya di bidang riset, salah satu dosen kemudian menawarkan beasiswa Master di Korea Selatan. Beasiswa tersebut merupakan beasiswa yang ditanggung oleh salah satu profesor yang ada di Pusan National University, yang kemudian akan menjadi supervisor selama menyelesaikan pendidikan di Pusan National University. Berbekal rekomendasi dari dosennya di kampus, Okka pun mendaftar dan akhirnya terpilih menjadi salah satu penerima beasiswa tersebut. Dan ia pun tak pernah menyangka akan bisa terbang ke Negeri Ginseng!
Perjuangan Terus Berlanjut
Ibu Okka sangat mendukung sekali dengan rencana putranya melanjutkan Master ke Korea. Namun, kemudian ada keresahan ketika tidak memiliki uang untuk tiket perjalanan, biaya visa, dan uang pegangan selama beasiswa itu belum cair, mengingat beasiswa baru diberikan ketika Okka sudah berada di Korea. Hal ini membuat Okka begitu khawatir apakah ia jadi berangkat atau tidak. Oleh karena itu, ia mencoba mencari kekurangan-kekurangan uang yang diperlukan dengan berbagai cara, termasuk menjual sepeda motornya. Tetapi ternyata masih belum menutup biaya tersebut. Ia pun mencoba mengajukan bantuan ke pemerintah daerah, ia menemui Pak Sekda dan walaupun belum juga menutup jumlah dana yang diperlukan, alhamdulillah ia mendapat tambahan uang. Hingga akhirnya, ia pun dipinjami uang oleh dosen-dosennya di kampus untuk menutupi kekurangan biaya tersebut.
” Jangan pernah menyerah, Allah akan selalu memberikan berbagai jalan dari arah yang tidak disangka-sangka sebelumnya…” – Okka Adiyanto
Akhirnya, berbekal uang dan semangat dari ibu dan sahabat-sahabatnya, pada tanggal 6 Februari 2014 Okka berhasil terbang ke Korea Selatan. Namun, karena minimnya persiapan maka ia tidak sempat belajar Bahasa Korea. Padahal, setibanya di sana kebanyakan orang Korea tidak bisa berbahasa Inggris. Oleh karena itu, sedikit demi sedikit ia mulai berlatih bahasa Korea dipandu oleh temannya di sana. Di Korea, kegiatannya antara lain : melakukan eksperimen yang berkaitan dengan proyek-proyek yang sedang ditangani oleh laboratorium Bio Institute of Materials Manufacturing System Pusan National University, ia juga mengajar di jurusan Manajemen Universitas Terbuka UPBJ Luar Negeri Wilayah Korea Selatan, serta menjadi penyiar di radio Universitas Terbuka Wilayah Korea Selatan. Dalam jangka waktu dekat ia menargetkan lulus program Masternya tepat waktu, dan kelak sepulangnya dari Negeri Ginseng ia ingin mengabdikan diri menjadi dosen atau pengajar di salah satu universitas di Indonesia, atau bahkan mengajar di Wonosobo.
Dari seorang Okka Adiyanto, hari ini kita belajar tentang perjuangan, kegigihan, dan semangat pantang menyerah untuk memperjuangkan hidup. Dan yang lebih penting, kesuksesan kita adalah kumpulan keringat, air mata, dukungan, harapan, dan doa dari orang-orang terdekat kita. Pastikan bahwa hidup yang kita perjuangkan adalah demi kebahagiaan mereka. Semoga kisah ini bisa menyentuh dan menginspirasi kawan-kawan muda ya, salam!
Source: wonosobomuda.com
0 komentar:
Posting Komentar