Prayitno ketika menyampaikan pidato disertasi nya di depan penguji dari FISIP UNDIP Semarang |
WONOSOBOZONE - Berangkat dari keinginan memperbaiki
desa, Prayitno SSos MSi kini berhak menyandang gelar Doktor Bidang Administrasi
Publik dari Universitas Diponegoro Semarang. Pria 45 tahun kelahiran Leksono
itu meyakini bahwa apabila desa maju, maka Negara pun akan melaju lebih
kencang, dan pembangunan di segala bidang berjalan sesuai harapan. “Desa adalah
tiang Negara, sehingga akan sangat menentukan kemajuan bangsa ini,” tutur
Prayitno ketika mengawali cerita soal Disertasi yang mengantarnya ke jenjang
ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Undip,
Senin (6/1) lalu. Meski baru memasuki jenjang pendidikan Strata 3 (S3) pada
tahun 2011, pria yang kini menjabat sebagai Kepala BPBD Kabupaten Wonosobo itu
megakui, ketertarikannya pada struktur pemerintahan Desa telah bersemi sejak
Tahun 1990.
“Tahun 1990, ketika memulai pendidikan
di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), saya sudah melihat desa
sebagai sebuah entitas utama Negara,” terang pria yang akrab disapa Prayit itu.
Keterikan itu berlanjut ketika ia kemudian lulus dan memulai karir sebagai PNS
di lingkup Pemkab Wonosobo. “Saya kemudian melanjutkan ke jenjang Sarjana di
Universitas Tidar Magelang dan lulus pada 1997, lalu S2 bidang Administrasi
publik di Universitas Jenderal Soedirman pada 2007” ungkap pria penghobi
Badminton dan sepakbola itu. Keinginan untuk mendalami pemerintahan desa
semakin kuat semenjak ia menapak jenjang karir sebagai pejabat di wilayah.
“Saya memang beberapa kali diangkat sebagai Camat di wilayah yang
berbeda-beda,” jelas Prayit. Kejajar,
Kertek, dan Leksono adalah 3 Kecamatan yang pernah dipimpinnya sebelum diserahi
jabatan sebagai Kepala BPBD pada April 2015 lalu. Di setiap kecamatan yang
dipimpin, Prayit rajin blusukan ke desa-desa demi mendapat informasi dan
keterangan akurat mengenai berbagai hal, terutama terkait pola kerja perangkat
dan upaya untuk memberdayakannya.
Menurut
Pria kelahiran 6 Juni itu, kinerja para perangkat desa terkesan kurang optimal
karena beberapa hal. “Penggajian yang sifatnya masih tradisional, serta kurang
pahamnya mereka dengan tugas pokok dan fungsi sebagai perangakat desa membuat
kinerjanya seringkali jauh dari ideal,” jelas Prayit lebih lanjut. Hal itu,
menurut Prayit masih ditambah dengan rekrutmen yang kurang tepat karena
ujiannya hanya diminta menjawab soal-soal pilihan berganda. “Perangkat desa
harusnya juga menjalani uji publik, sehingga selain kompeten dalam kelimuannya,
juga bisa diterima oleh warga masyarakat setempat,” bebernya. Di beberapa
Negara yang sempat ia singgahi sebagai tujuan study banding, Prayit menyebut
perhatian Pemerintah kepada desa memang luar biasa. “Saya memang melakukan
study banding ke Vietnam, Thailand, Bangladesh dan Malaysia hingga terkahir
kemaring ke Australia,” kata Prayit. Di antara beberapa negara tersebut, Prayit
menyebut Vietnam sebagia negara yang memiliki perhatian paling besar pada desa.
“Kini Vietnam menjadi salah satu Negara yang menjadi tujuan investasi terbesar
di kawasan Asean karena mereka sangat kompetetif dalam melayani investor,”
terangnya.
Ke
depan, ia berharap di Indonesia, khususnya untuk lingkup Wonosobo pun akan demikian
adanya. “Mungkin bisa dimulai dari perbaikan pola rekrutmen perangkatnya,
sehingga kelak dengan mulainya pemberlakuan Undang Undang Desa beserta
fasilitasi dana dalam jumlah besar, Desa benar-benar siap mengelolanya,” pungkas
Prayitno.
0 komentar:
Posting Komentar