WONOSOBOZONE - Malam pergantian Tahun dari 2015
ke 2016 bagi para seniman Wonosobo memiliki makna mendalam. Tak sekedar pesta
kembang api dan hingar bingar, malam yang menandai akhir dari perjalanan waktu
sepanjang setahun tersebut di kalangan seniman dianggap membawa pesan untuk
saling mengingatkan. Hal itu terlihat ketika pada Kamis malam (31/12), tak
kurang dari 300 seniman berkespresi di Pendopo Kabupaten. Beragam jenis seni, mulai
dari pemutaran film tentang sejarah Wonosobo, Sendratari, tek-tek, klonengan,
rebana hingga pentas teater, music akustik dan Stand Up Comedy disajikan untuk
warga masyarakat. Mulyani, seniwati tari asli Wonosobo yang bertindak selaku
ketua Panitia menyebut ajang pentas beragam kreasi tersebut dibingkai dalam
satu tema besar, yaitu Bali Poleng Wanasabe.
“Berasal dari kata Bali Po Eling,
yang artinya kembali mengingat dan Wanasabe yang merupakan ejaan kuno Wonosobo,
kami berharap agar momentum pergantian tahun ini bisa menjadi media refleksi
diri, mengingat kembali jatidiri sejati,” terang Mulyani ketika ditemui di
tengah berlangsungnya
acara. Bagi komunitas seniman sendiri, di tengah kondisi sosial Wonosobo,
ajakan untuk mengingat jatidiri dikatakan perempuan yang akrab dengan sapaan Bu
Mul itu menjadi sangat urgen, karena cukup banyak isu-isu penting untuk
dijadikan bahan pemikiran bersama. “Kami sengaja mengangkat kata Poleng, yang
dalam bahasa Bali juga diartikan hitam dan putih, agar kita semua tak hanya
menilai hidup dari dua sisi belaka,” jelas penari yang juga berprofesi sebagai
pendidik itu. Menurut dia, makna Poleng membawa sebuah pesan yang cukup
mendalam, yaitu bahwa di dalam setiap hal putih alias kebaikan, juga ada unsur
hitam, dan sebaliknya.
“Kami sajikan tari ireng putih,
agar manusia tak lagi terbiasa memandang hitam sebagai sebuah warna kelam,
karena sesungguhnya di dalam sifat buruk seseorang, terdapat pula sifat baik,”
lanjut Bu Mul. Tak hanya melalui gelar tari maupun musik, upaya menyadarkan
pentingnya manusia untuk merefleksi diri juga diungkap dalam nyala ratusan
oncor yang ditata berderet rapi di halaman pendopo. “Ratusan oncor yang kami
nyalakan ini menjadi pengganti kembang api yang biasanya dijumpai dalam setiap
pesta pergantian tahun,” beber Mulyani. Dari menyalanya ratusan oncor atau obor
yang disusun setara, Bu Mul menyebut ada pesan yang ditujukan kepada segenap
masyarakat, bahwa tak perlu lagi memandang orang lain lebih rendah, baik dari
sisi sosial maupun pada keyakinan yang dianut. “Saat ini kami melihat ada
upaya-upaya dari pihak tak bertanggung jawab untuk merusak toleransi beragama
dan kerukunan antar umat,” katanya. Untuk itulah, 270 seniman yang turut
terlibat dalam Bali Poleng Wanasabe berusaha mengingatkan masyarakat untuk
tetap menjaga kerukunan dan harmonisasi sosial di Kabupaten Wonosobo.
Tanggapan positif atas ide cerdas
komunitas seniman datang dari banyak pihak. Penjabat Bupati, Satriyo Hidayat
adalah salah satunya. Menurut Satriyo, adanya inisiatif para seniman untuk
mengisi malam pergantian tahun dengan kegiatan yang memiliki makna positif
layak diapresiasi. “Bahkan ke depan, bisa menjadi magnet bagi para wisatawan
yang tengah berkunjung untuk turut menikmati beragam sajian kesenian khas
Wonosobo ini,” terang Satriyo. Senada, Kepala Kantor Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif juga menyebut Bali Poleng Wanasabe sebagai hal unik yang sarat makna.
“Kami menilai upaya para seniman ini sebagai satu bentuk kreatifitas yang mengandung
berbagai unsur, baik keindahan, keberagaman, hingga pesan moral,” tutur Agus.
Ke depan, ia berharap para seniman akan kembali berkolaborasi untuk menyuguhkan
hiburan berkualitas bagi masyarakat, agar bisa menarik semakin banyak lagi
wisatawan ke Wonosobo.
0 komentar:
Posting Komentar