Bupati saat memimpin ziarah |
WONOSOBOZONE - Salah satu agenda
dalam memperingati hari jadi Wonosobo adalah dengan melakukan ziarah ke makam
para pendahulu dan pendiri termasuk ulama yang telah berjasa bagi Wonosobo.
Salah satu makam yang diziarahi adalah makam KH. Muntaha al-Hafidz yang
berlokasi di komplek pondok pesantren tahfidzul Qur’an Al Asy’ariyyah 2 desa
Deroduwur kecamatan Mojotengah.
Bupati Wonosobo, Kholiq Arif, saat
memimpin rombongan ziarah di makam ulama besar yang akrab dipanggil Mbah Mun,
Senin 6 Juli mengungkapkan, beliau adalah tokoh besar asal Wonosobo yang sangat
semangat dalam menuntut ilmu, khususnya ilmu agama dan Al Qur’an.
Ulama kelahiran 9 Juli 1912 dan meninggal pada 29 Desember
2004 ini telah menuntaskan hafalan Al-Qur'an saat berumur 16 tahun di Pondok
Pesantren Kauman, Kaliwungu, Kendal. Setelah selesai menghafal Al-Qur'an di
Pesantren Kaliwungu beliau memperdalam ilmu-ilmu Al-Qur'an di Pondok Pesantren
al-Munawwir Krapyak dan selanjutnya berguru kepada KH. Dimyati di Termas,
Pacitan, Jawa Timur.
Menurut bupati yang sangat dekat dengan almarhum saat masih
hidup ini, pada waktu Mbah Mun masih belia, beliau berangkat menuntut ilmu ke
Pesantren Kauman, Kaliwungu, Pesantren Krapyak, Jogja dan Pesantren Termas,
Pacitan, menempuh perjalanan dengan cara berjalan kaki. Melakukan riyadhah
demi mencari ilmu dan dilakukannya dengan niatan ikhlas demi memperoleh
keberkahan ilmu.
Hal inilah yang wajib dicontoh dan menjadi teladan umat
Islam, bahwa kewajiban menuntut ilmu tidak ada batasnya. Ilmu jenis apapun,
baik ilmu agama maupun ilmu-ilmu lain, asalkan bermanfaat dan bisa ikut
memajukan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.
Dalam ziarah yang dihadiri puluhan pimpinan Organisasi
Perangkat Daerah, Camat, Kepala Desa dan Kelurahan se-Mojotengah serta beberapa
tokoh agama dan masyarakat setempat, Bupati juga mengingatkan salah satu karya
agung Mbah Mun yakni penulisan mushhaf
Al-Quran dalam ukuran raksasa yang sering disebut dengan Al-Quran akbar 30 juz.
Hal ini merupakan puncak realisasi kecintaan Mbah Mun terhadap Al-Qur’an yang ditunjukkan
dengan perealisasian idenya dalam menulis mushhaf
Al-Quran. Untuk itu Bupati minta agar mereka bisa terus melestarikan karya
agung almarhum, sehingga tidak hanya syiar Islam yang tetap terjaga namun citra
positif Kabupaten Wonosobo yang religius juga tetap terjaga, karena penulisan mushhaf ini bisa menjadi salah satu ikon
positif Wonosobo.
Termasuk berdirinya pondok
pesantren tahfidzul Qur’an Al Asy’ariyyah 2 di desa Deroduwur yang ada di dekat
makam, yang dibangun almarhum pada Juli 2000 dengan diawali keprihatinan beliau
pada kondisi anak-anak desa Deroduwur dan sekitarnya yang kurang bisa mengenyam
pendidikan yang layak diakibatkan kondisi ekonomi mereka yang kebanyakan
masyarakat tidak mampu. Dari keprihatinan beliau ini, berdirilah pondok yang
saat ini telah meluluskan tidak kurang dari 1200 santri. Santri yang belajar
disinipun sekarang sudah berkembang, tidak hanya dari desa Deroduwur dan
sekitarnya, tapi juga dari luar Wonosobo, seperti Cilacap, Banyumas,
Purbalingga, Kendal dan Temanggung serta luar Jawa seperti Riau, Bengkulu dan
Lampung. Dan sesuai tujuan awal beliau, sampai sekarang para santri ini tidak
dipungut biaya sepeserpun.
Oleh karena itu, Bupati menegaskan
perlunya seluruh unsur masyarakat, meniru semangat beliau dalam menuntut ilmu
maupun mencerdaskan masyarakat kurang mampu, sehingga tercipta kehidupan yang
lebih seimbang dan kondisi perekonomian masyarakat yang lebih baik.
Terkait makam Mbah Mun sendiri, salah satu pengurus pondok pesantren tahfidzul Qur’an Al
Asy’ariyyah 2 desa Deroduwur, Taqiudin, ramai dikunjungi peziarah, tidak hanya
lokal Wonosobo saja tapi juga luar Wonosobo, khususnya di bulan Ruwah dan
Syawal. Untuk itu, bersama beberapa rekannya, ia membuat piket untuk merawat
makam bersama juru kunci makam, sehingga kondisi makam tetap bersih dan
terawat.
Source: wonosobokab.go.id
0 komentar:
Posting Komentar