WONOSOBOZONE - Terkadang, kegiatan yang awalnya diniatkan sebagai hobi justru menuntun kita pada prestasi gemilang. Tak sedikit kawan kita yang dapat membuktikannya, pun dalam dunia olahraga. Dalam dunia tae kwon do Indonesia, akan terdengar nama seorang pemuda asal Wonosobo yang berhasil menorehkan catatan emas, yaitu Hendra Dwi Santoso.
Hendra yang lahir pada 25 Maret tahun 1991 ini mulai berlatih sejak duduk di bangku sekolah dasar, kelas lima. Tempatnya berlatih dulu (dojang) berada di Sasana Bakti yang sekarang telah berubah menjadi Perpustakaan Daerah Wonosobo, lalu berpindah ke Sasana Adipura. Hendra sempat vakum berlatih, karena memang awalnya ia tidak berniat serius dan hanya menjadikannya sebagai hobi. Lalu ketika duduk di SMP kelas 2, ia berpindah lokasi berlatih di Pelatcab Wonosobo. Dari titik inilah ia mulai membangun impiannya menjadi seorang atlet, dibuktikan keseriusannya dengan meraih medali perunggu di POPDA Jateng serta prestasi-prestasi lain pada tahun-tahun selanjutnya di laga yang sama. Pada awal tahun 2010 Hendra dipanggil untuk mengikuti Pelatda Jateng, namun tahun 2011 didegradasi karena suatu hal. Karena tidak kunjung ada kejelasan, akhirnya ia mengambil kesempatan untuk memperkuat Pemprov Bali yang menawarkan pelatihan dan lebih peduli.
Perjalanannya kemudian tak sepi dari kompetisi. Tahun 2011 ia meraih juara II di pra-PON Riau, Juara II PON Riau 2012 dan Juara I di Kejurnas Mahasiswa ketika berstatus mahasiswa di Unnes Semarang pada tahun yang sama. Tak hanya laga nasional, kompetisi internasional juga ia ikuti dengan meraih medali emas di Hongkong Open tahun 2013. Dengan sederet prestasinya ini, ia berkesempatan mengikuti pelatihan tae kwon do selama satu bulan di negara asal olah raga ini, Korea Selatan. Baginya ini seperti dream comes true, karena dari pelatnas hanya beberapa yang dipilih untuk berangkat sekaligus mengikuti program testing venue untuk event Asian Games 2014. Di sana, ia tak pernah padam semangat, karena sekali tidak bersemangat maka berarti sebuah hukuman untuk tim secara keseluruhan. Oleh karenanya mereka saling support satu sama lain. Ia juga berkesempatan berlatih bersama klub tae kwon do Samsung yang berisikan atlet Korea Selatan, beberapa di antaranya juara olimpiade. “Memotivasi dan sangat menyenangkan karena kesempatan langka. Semoga suatu saat masih berkesempatan ke sana lagi,” harapnya.
Ketika ia ditanyai kondisi tae kwon do Wonosobo, ia berpendapat, tae kwon do di Wonosobo di taraf berkembang. Ketika daerah lain di Jawa Tengah maju lima langkah, Wonosobo hanya satu langkah. Hal ini disebabkan terbatasnya perhatian dari pemerintah, kurangnya pelatih ahli, dan anak muda Wonosobo lebih memilih kegiatan yang kurang bermanfaat. Dalam Porprov 2013 saja, Wonosobo hanya mendapat satu medali emas, dalam tae kwon do juga sama, menurun prestasinya dari tahun ke tahun. Padahal menurutnya, Wonosobo sangat berpotensi dalam bidang olahraga. Dibutuhkan adanya gebrakan yang baru, metode pelatihan yang fresh untuk menanggulangi kendala-kendala ini.
Hendra kini menjalani kesehariannya sebagai atlet pemprov Bali, sekaligus menjadi asisten pelatih sebuah klub tae kwon do dan Pelatda Bali selama pemulihan cidera. Menurutnya apa yang ia alami sejauh ini sangat menarik, lebih menarik dari sekolah hingga lulus kuliah. Titik di mana ia merasa terpuruk lalu pindah provinsi membuatnya bertekad untuk membuktikan bahwa ia mampu. Ia merasa bersyukur, karena dengan prestasinya ia dapat pergi kemana pun tanpa harus mengeluarkan biaya, mendapatkan penghasilan tanpa harus merepotkan orang tua, dan bahkan bisa buat jadi pekerjaan kedepannya. Ia juga jadi mengenal banyak orang besar, teman-teman baru, dan relasi penting. Beratnya, ia berujar, melakukan kewajiban latihan sehari tiga kali dengan pelatih yang sangat keras, juga berkurangnya waktu bermain di masa muda. Sementara yang lain seusianya banyak bermain, Hendra dan kawan-kawan berlatih keras demi prestasi daerah, nasional, orang tua, dan diri sendiri.
Hikmahnya, hidup itu perjuangaan. Memaksimalkan diri dalam berjuang tanpa memikirkan apa hasilnya nanti. Seperti ketika ia merasa terpuruk tak bergabung dengan tim provinsi sendiri, dan perjuangannya membuahkan hasil dengan memperkuat tim provinsi lain. Intinya, “Jangan menyerah saja dan jangan berkecil hati, ketika kita berasal dari kota kecil dan bahkan tak di kenal banyak orang. Tapi mari sama-sama membuat Wonosobo kita dikenal oleh orang banyak melalui prestasi-prestasi membanggakan, dari olahraga, bisnis usaha, dan sebagainya. Buat Wonosobo bangga memiliki kalian dan biar anak muda penerus kita bangga karena mereka hidup di Wonosobo,” tutur Hendra.
Untuk kawan-kawan Wonosobo Muda, ia berbagi pula, “Setiap kesuksesan pasti ada awal yang tidak enak, harus berjuang apa pun resikonya. Ketika kita anggap itu benar lakukan saja, pasti ada hasil. Jangan pantang menyerah, karena pasti banyak rintangannya. Ketika menurut kalian sudah tidak ada jalan lagi, bahkan kalian pikir sudah buntu atau akan menyerah, ingat satu hal, ‘Apa tujuan awal kalian mulai’. Sering-seringlah minta pendapat pada orang yang sudah berpengalaman, karena menurut saya itu penting untuk pertimbangan langkah yang akan diambil. Satu lagi, ketika awal pindah ke Bali saya diberi kata-kata bagus yang jadi prinsip saya, ‘Karmany evam dhikaraste ma phalesu kadacana’ yang artinya lakukanlah tugasmu sebaik-baiknyaa tanpa mempertimbangkan hasilnya.”
Sebagai atlet, Hendra memiliki impian yang belum tercapai. Apa itu? Menjadi juara PON dan Sea Games. Tak akan tenang baginya, apabila nantinya rehat sebagai atlet belum meraih dua titel tersebut. Baik Hendra, selamat berjuang semoga berhasil! (Diena)]