WONOSOBOZONE - Sebagai bagian
pembelajaran dan melatih siswa sejak dini ikut melestarikan pemakaian bahasa jawa,
SMPN 2 Selomerto menggelar ujian baca berita atau presenter berita berbahasa
jawa saat ujian praktek akhir bagi siswa kelas 9, Rabu, 11 Maret.
Menurut salah
satu guru pengajar Bahasa Jawa SMPN 2 Selomerto, Dian Mayasari Pudianingrum,
kegiatan bertajuk giyaran pawarto jawi
ini bertujuan agar siswa sejak dini paham upaya menjaga dan memelihara
kelestarian bahasa, sastra, dan aksara jawa, sebab kelestarian budaya jawa
adalah faktor penting untuk peneguhan jatidiri daerah dan masyarakat, khususnya
di Jawa Tengah.
Selain itu
kegiatan ini bertujuan untuk meneguhkan kembali jatidiri masyarakat jawa
tengah, yang berbudi pekerti luhur dan agung, penuh tata krama, tepa selira
serta menghargai orang lain dalam suasana hidup bergotong royong, melalui
penggunaan bahasa jawa yang sarat pesan etika moral sejak anak-anak.
Dian
menambahkan, kegiatan ini baru pertama kali diadakan, meski di tahun-tahun
sebelumya tes akhir bahasa jawa bagi siswa kelas 9 juga dilakukan namun dalam
bentuk yang berbeda. Sebelumnya para siswa harus unjuk kemampuan berbahasa jawa
dalam bentuk tanggap wacana atau
pidato Bahasa jawa serta drama berbahasa jawa. Adapun penilaian dalam tes kali
ini meliputi kelancaran membaca, lafal, intonasi dan ekspresif.
Salah satu
siswa, Endah Windyarti, mengaku cukup tertantang saat mengikuti tes presenter berita
berbahasa jawa. Ia sampai harus les privat dengan guru Bahasa Jawa serta
mempersiapkan secara intens agar bisa tampil lancar saat membacakan teks berita
berbahasa jawa. Siswi yang semester lalu meraih rangking pertama dan
bercita-cita jadi dokter ini sampai hampir hafal 4 materi teks berita yang
disiapkan sekolah, karena terlalu seringnya berlatih.
Ia dan beberapa
rekannya merasa cukup terbantu dengan adanya kegiatan ini, selain bisa
melancarkan kemampuan berbahasa jawanya juga membuat belajar bahasa jawa semakin
menyenangkan dan tidak membosankan.
Senada hal ini, Kepala
Sekolah SMPN 2 Selomerto, Ruslin, mengungkapkan, adanya pembelajaran bahasa
jawa yang variatif diharapkan akan mengikis permasalahan klasik bahasa jawa
sebagai mata pelajaran yang sulit dan tidak disenangi siswa serta masih terus
menerus dikeluhkan guru, orang tua siswa, dan siswa itu sendiri. Padahal dalam
keseharian terlihat bahwa bahasa jawa secara kultural sangat dekat dengan
kehidupan dan kognisi siswa.
Ia juga berharap
kegiatan ini bisa menjadikan bahasa jawa sebagai salah satu mata pelajaran
favorit para siswa dan menjadi motivasi sekolah lain untuk serius mengajarkan bahasa
jawa pada anak didiknya. Bukti keseriusan lain pihaknya adalah dengan
menerapkan jam pelajaran bahasa jawa 2 jam dalam 1 minggu. Padahal dalam
kurikulum 2013 pengajaran Bahasa jawa hanya 1 jam dalam seminggu. Hal inilah
yang membuat pihaknya merasa perlu memberikan pemahaman sejak dini kepada para
siswa agar mereka lebih mencintai bahasa ibu-nya orang Jawa Tengah ini.
Ruslin
menambahkan, bahan pengajaran bahasa jawa di sekolah biasanya terdiri dari paramasastra atau tata bahasa, undha usuk atau tingkat tutur, aksara jawa,
tembang, dan aspek budaya lainnya. Materi yang masuk dalam pengajaran Paramasastra Jawa memang penuh dengan
kaidah-kaidah atau aturan-aturan struktural yang rumit. Hal ini sangat dimungkinkan,
yang menjadikan siswa “alergi” dan merasa ora
dhong dengan bahasanya sendiri. Bentuk-bentuk dan sejumlah istilah paramasastra yang sulit dihapal
memungkinkan siswa merasa bosan. Hal inilah yang coba ia kikis sejak dini melalui kegiatan
semacam ini.
Siswa-siswi kelas 9 saat tes membacakan berita bahasa jawa |
0 komentar:
Posting Komentar