Aina Liza sampaikan materi save the children |
Dihadapan puluhan siswa SMPN 2 Wonosobo, Aina menyampaikan, dengan menanamkan sejak dini budaya saling menghargai dan toleransi di tengah anak, khususnya para siswa sekolah, yang dipelopori oleh para guru maupun orang tua, diharapkan tidak muncul budaya kekerasan fisik dan psikis yang bisa menteror mental seorang anak, seperti bully.
Bullying atau kekerasan di sekolah maupun di lingkungan sendiri, kerap terjadi dan seringkali muncul kepermukaan namun kurang mendapat perhatian dari pihak sekolah, baik kepala sekolah maupun guru-guru bahkan orang tua sekalipun. Kejadian bullying dianggap hal biasa dan bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Padahal dampak atau trauma yang dialami anak-anak korban bullying tidak akan terhenti hanya dengan terselesaikannya masalah tersebut.
Korban bullying biasanya mengalami trauma yang berkepanjangan. Hal itu sangat berdampak bagi kondisi psikologi dan kelangsungan pendidikan anak di masa depan, bahkan ada yang stress hingga mau bunuh diri.
Bullying tidak hanya diartikan kekerasan dalam bentuk fisik saja. Namun juga kekerasan psikis dan bisa terjadi terhadap perempuan maupun laki-laki. Bentuknya bermacam-macam, ada yang berbentuk fisik seperti mendorong dengan sengaja, memukul, menampar, memalak atau meminta paksa barang yang bukan miliknya. Atau secara verbal seperti memaki, mengejek dan menggosip, bisa juga secara psikologis seperti mengintimidasi, mengecilkan, mengabaikan dan mendiskriminasikan. Bahkan saat ini ada yang lebih canggih dengan mengirim ejekan melalui SMS, MMS, BBM atau WA di telepon selular atau pun melalui email. Bullying cenderung terjadi pada anak yang terkesan lemah, berbeda dari yang lain, tidak berdaya untuk membela diri, dan tidak punya banyak teman.
Untuk itu para guru dan orang tua harus memperhatikan dengan seksama jika ditemukan ada indikasi bullying yang terjadi ditengah siswa. Apalagi jika dilakukan secara massal.
Senada dengan Aina, Kepala Badan Kependudukan, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Wonosobo, Junaedi mengungkapkan selain peran guru, peran besar orang tua sangat diperlukan, khususnya untuk selalu mengamati dan mengenali perilaku anak-anak mereka sehari-hari.
Termasuk dengan menanamkan kepada mereka untuk memilah pergaulan yang baik, tidak asal berteman dengan anak yang belum tentu sikap kesehariannya baik, serta dengan mengembangkannya melalui pembentukan kelompok, sehingga mereka bisa saling menjaga dan mengingatkan jika ada teman mereka yang mengalami kekerasan baik fisik maupun psikis oleh teman sebayanya.
Hal tersebut sekaligus menjawab pertanyaan dari salah satu siswi kelas VIII, Hapsari, yang menanyakan bagaiman cara mengatakan “tidak” pada teman yang mengajak pada keburukan selain untuk menghindari hal-hal negatif yang mungkin terjadi pada anak sebayanya.
Sementara Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo yang juga Ketua Wonosobo Youth Center, Jaelan mengungkapkan, pergaulan yang positif diantaranya dengan memastikan bahwa si anak merasa nyaman untuk menjadi dirinya dan nyaman saat bergaul dengan rekan sebayanya. Dan yang terpenting jika ditemukan kasus kekerasan pada anak, jangan tunggu terlalu lama untuk menyelesaikan masalah ini atau mencari pertolongan professional jika gejala terlihat mengarah kearah serius, sebab lebih cepat ditangani akan lebih baik dan lebih tepat.
Terkait roadshow sendiri, Aina menambahkan, pihaknya bersama jajaran terkait akan mengupayakan hal ini secara berkelanjutan, sehingga permasalahan pada anak bisa melibatan semua pihak, tidak semata-mata diserahkan pada Pemerintah atau organisasi kemasyarakatan yang kerap terlibat.
Para kader PKK, Basis Komunitas, kepala sekolah, guru dan anggota organisasi perempuan di desa-desa dan sekolah, perlu diberi bekal pengetahuan penanganan dan pencegahan kekerasan anak yang cukup, sehingga bisa secara terus menerus dan konsisten memberikan pengetahuan pada anak dan remaja, agar bisa melindungi dan menyelematan anak bangsa di Kabupaten Wonosobo dari pengaruh bahaya NAPZA (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya), pornoaksi dan pornografi, kekerasan seksual dan penularan HIV/AIDS, yang mana keempat hal ini yang menjadi fokus gerakan “Save the Children”. Dan yang terpenting ditegaskan Aina, melalui gerakan ini, hak-hak anak bisa tetap diperhatikan dan terpenuhi dengan baik.
source : wonosobokab.go.id
0 komentar:
Posting Komentar