WONOSOBOZONE - Kantor
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kanparekraf) Kabupaten Wonosobo terus bergerak
demi mengoptimalkan potensi objek wisata beserta pendukungnya. Selain melalui
promosi dengan mengikuti berbagai ajang pameran pariwisata di tingkat Nasional,
langkah mengoptimalkan potensi tersebut juga ditempuh dengan menggandeng
berbagai pihak. Salah satu upaya itu terlihat ketika pada Minggu (14/6),
Kanparekraf mengajak para perajin batu mulia dari Desa Lamuk, Kaliwiro, untuk
menggelar pameran di salah satu pusat berkumpulnya anak-anak muda di kawasan
Sudagaran.
Kepala
Kanparekraf, Agus Purnomo SH SSos MSi, menyebut upaya mengajak para perajin
tersebut untuk unjuk karya merupakan salah satu langkah strategis, untuk
mengenalkan potensi unggulan pendukung pariwisata di Kabupaten Wonosobo. “Dalam
tiga hari terakhir, mulai Jum’at sampai Minggu ini, ada dua even, yaitu pameran
batu dari Lamuk dan lomba foto model yang digelar oleh himpunan penggemar
photografi”, jelas Agus. Dengan adanya
dua even kreatif tersebut, Agus berharap, akan ada efek positif untuk
perkembangan dunia kepariwisataan di Kabupaten Wonosobo. “Selama ini kita
kurang memperhatikan bahwa potensi-potensi yang bisa menjadi pengungkit sector
pariwisata sebenarnya banyak sekali”, ungkap Agus dengan muka serius. Ia
mencontohkan betapa banyak orang tak mengetahui bahwa pelepah pisang dari
beberapa wilayah di Wonosobo banyak dijadikan sebagai bahan utama pembuatan
tikar dan produk kerajinan oleh para perajin dari daerah tetangga, bahkan
hingga diekspor ke Amerika Serikat.
Karena
itulah, demi menggerakkan sektor ekonomi kreatif tersebut, Agus mengaku akan
berupaya untuk bisa fokus menggalinya. “Kami banyak berdiskusi dengan para
seniman, perajin hingga para pemerhati dan penggemar seni di Wonosobo, sehingga
nantinya potensi-potensi yang ada bisa berkembang maksimal dan menjadi
pendukung bagi kemajuan sektor pariwisata di Kabupaten kita tercinta”, tegas
Agus. Hasil diskusi tersebut, menurutnya bisa dilihat ketika pameran batu lamuk
digelar, banyak pemerhati seni dan kebudayaan yang turut berkontribusi seperti
fotografer senior Agung Wiera, pengamat dan budayawan Agus Wuryanto, hingga
Ketua HPPW Eko Premono. “Dari merekalah nantinya promosi potensi pariwisata ini
akan bisa lebih luas dikenal, tak hanya di sekitar Wonosobo, tapi juga hingga
ke lingkup Nasional bahkan Internasional”, tandas Agus.
Pendapat
serupa juga datang dari para perajin batu yang dalam kesempatan tersebut
berkesempatan memerkan hasil karya mereka. Menurut Nur Hadi (34), perajin batu
akik asli Lamuk yang telah puluhan tahun menggeluti profesinya, kegemaran
masyarakat akan batu akik mulai bergeser. “Kalau di awal munculnya tren batu
akik penggemar masih menggunakannya sebagi perhiasan di tangan, sekarang mulai
muncul permintaan untuk batu Shuiseki”, terang Nur Hadi. Batu Shuiseki, seperti
dikatakan Nur, merupakan batu asli yang masih berbentuk bongkahan dan belum
dipecah, hanya dipoles sehingga tampak mengkilat. Beragam warnanya sangat cocok
digunakan untuk hiasan ruangan di rumah, maupun sebagai koleksi untuk para
penggemarnya. Dalam kesempatan pameran di Sudagaran tersebut, Nur bersama
temannya Sigit Pambudi membawa ratusan batu akik asli Lamuk dan puluhan
bongkahan batu Shuiseki dengan harga cukup variatif, yang siap memuaskan para
penggemarnya.
variasi dan bentuk batu asal Lamuk cukup istimewa menurut KaKanparekraf
Source : wonosobokab.go.id
0 komentar:
Posting Komentar